hidup ini ironis...

"Hidup ini ironis ya, Ris. Dan kita hidup ditengahnya. Se-ironis seseorang yang kita rajut semua mimpi ini diatas namanya, siapapun itu. Kita selalu menunggu dan berkeyakinan bahwa pada akhirnya akan ada satu orang yang tepat buat kita, bukan? Sampai detik terakhir, kita tak peduli lagi, dan seseorang -yang lagi2 salah- datang menggedor benteng kita sekuat tenaga. Betapa hidup ini lucu bukan? Apa kastil-kastil kecil kita terlalu mahal?"
(tulisan hujan buatku, 11 Oktober 2005).

kamu tau, hujan? kamu benar...
ya, hidup ini memang ironis. seperti tengah memperjuangkan sesuatu yang mungkin tak ingin diperjuangkan.

udara sudah semakin dingin dan berkabut. tapi aku masih saja membangun kastil mungil itu untuknya. aku sudah cukup menggigil kedinginan di luar sini. bibirku mulai kelu. dadaku mulai ngilu. tapi entah kenapa, aku masih saja terus membangun kastil itu tanpa henti. ironisnya, dia hanya menatapku dibalik tirai jendela dengan scangkir kopi di tangan, tanpa tau bahwa aku sedang membangun kastil ini untuknya. seharusnya seseorang mengetuk kepalaku dan mengingatkanku untuk segera berhenti dari segala ketololan ini. mungkin memang benar, kastil ini terlalu mahal buatnya. seharusnya aku tak perlu membangun seindah itu. ayo, ketuklah kepalaku, hujan.. tampar aku kuat-kuat hingga berdarah, agar aku tersadar dan mau beranjak pergi dari titik beku ini. udara sudah mulai turun 5 derajat Celcius setiap detiknya.

baiklah, mungkin memang sebaiknya aku harus berhenti sampai disini. mungkin memang saatnya aku harus pergi. aku akan belajar untuk memadamkan letupan-letupan hangat ini.

Membekulah dengan sempurna, Ris...

ujian proposal

Buat:
Tuhan, Bapak, Ibu, ade' Anto, Bro, Sita, Dede, semuanya..

aku besok ujian proposal Tugas Akhir.
doakan aku ya!
Semangat!!!

diam

kenapa ya..
tiba-tiba saja semuanya membeku. aku tak punya sesuatu untuk dibicarakan. aku tak punya matahari untuk menghangatkan mereka.

aneh.
aku sendiri bahkan tak mengerti. aku melihat bayanganku di cermin. lalu aku sendiri tertegun. karena itu bukan aku. karena aku tak bisa menarik sudut bibirku ke atas untuk tersenyum pada mereka seperti biasa. karena aku tak bisa tertawa untuk mereka seperti kemarin. karena aku tak punya keceriaan buat mereka seperti yang sudah-sudah.

kenapa?
apa yang sedang terjadi? kemana semangatku pergi? kenapa dalam cermin itu hanya tampak guratan-guratan dingin dan diam?


aku sedang tak punya apa-apa untuk diberikan.


bolehkah aku beristirahat sejenak?

for the past

for: the past one

makasih..
makasih buat cokelatnya. makasih buat pear-nya. makasih buat nasi gorengnya. makasih buat perhatian-perhatianmu. makasih buat rasa sayang yang masih ada buatku. makasih buat semua yang telah kamu berikan padaku hingga detik ini.

maaf..
karena sebenarnya aku sudah mengurangi makan cokelat. kamu tau kan, pemompa darah di tubuhku suka trouble tiap aku makan cokelat. dan aku ngga lagi suka buah pear seperti dulu. aku sekarang lebih suka jeruk manis. tapi, kamu tau kan, dibalik itu semua, ada alasan yang lebih mendasar untuk menolak semua pemberianmu?


kamu tau, aku pun ngga akan pernah bisa menghapus ingatanku tentang kamu. dulu kamulah satu-satunya orang yang begitu berharga buatku. kamu yang selalu menyayangiku. kamu yang selalu memanjakanku. kamu yang selalu memperhatikanku. kamu yang selalu berusaha menyenangkanku. kamu yang selalu ada 24 jam setiap aku membutuhkanmu.

tapi sekarang kamu adalah masa lalu bagiku. sebagaimana aku yang seharusnya bisa menjadi masa lalu juga bagimu. kamu tidak perlu membuang lembaran lama itu. kamu hanya cukup melipatnya dengan rapi dan menyimpannya didalam sana. tapi mengapa? mengapa kamu tak kunjung juga beranjak dari masa lalu itu? mengapa masih selalu saja memperhatikanku? mengapa masih saja memanjakanku? mengapa masih berbuat begitu banyak untukku? mengapa masih begitu mencintaiku? dan aku benar-benar sedih melihatmu seperti itu...

apakah kamu tak tau, bahwa aku telah melipat rapi semua tentangmu didalam sini? karena sekarang aku mulai membangun kastil baru di dalam sini. bukan lagi untuk kamu, tapi untuk seseorang yang sekarang begitu berharga buatku. sosok yang -sangat- jauh berbeda denganmu, tapi entah kenapa begitu besar artinya untukku. seseorang yang selalu ingin kubahagiakan. seseorang yang ingin kuringankan beban-beban di pundaknya. seseorang yang selalu ingin kulihat tawanya. seseorang yang selalu kurindui aroma tubuhnya. seseorang yang amat-sangat kusayangi. *sigh*. begitu sayangnya, hingga aku bersedia menghabiskan air mataku untuk menunggunya, untuk selalu tertawa di depannya, untuk memberikan semua yang kupunya demi melihatnya bahagia.

...
jadi, kumohon.. cobalah untuk menemukan kebahagiaanmu. and i know you will.. karena aku pun telah menemukan kebahagiaanku saat ini...

what can i do, then?

maaf.
ya, memang aku dulu telah membuat kesalahan.
ya, memang aku dulu pernah mengambil keputusan untuk berhenti, padahal hatiku berkata tidak.
ya, memang aku lah yang patut disalahkan karena pernah memangkas tunas-tunas itu.
ya, memang aku lah yang harusnya ditampar keras-keras agar aku tersadar dari tidurku.
maaf, kalau memang kata maaf ini masih ada gunanya untuk diucapkan.
karena toh dimaafkan pun tak akan bisa mengembalikan bagian yang telah hilang dari kamu kan?

Dan karena ada dan tak ada adalah dua hal yang sangat-sangat berbeda..

saat ini,
aku tidak ingin memaksakan sesuatu yang memang sudah hilang dari dirimu.
kalau memang sudah hilang, apa lagi yang bisa dilakukan?
mencari?
tapi apakah benar, bagian-bagian yang hilang itu bisa kembali seperti semula?
apakah essensi-nya tetap ada?
karena ada dan tak ada sungguh adalah hal yang berbeda, sayang..

mencari lagi?
dan jika pada akhirnya bagian yang hilang itu telah benar-benar lenyap..
tolong, beritahu aku..
tolong, jangan biarkan aku terbang terlalu tinggi.
agar aku bisa jatuh perlahan.
dan menyisakan kaki untuk berdiri.

atau...mungkin memang sebaiknya jatuhkan aku dari ketinggian 10.000 kaki.
luruhkan aku sampai sekeping debu.
sesukamu. seperti yang pernah kulakukan dulu.
agar "maaf" itu bisa benar-benar termaafkan.

karena saat ini pun aku sudah tak punya keberanian untuk berharap.
aku tau, "maaf" itu tak akan benar-benar bisa mengembalikan kepingan yang hilang dari dirimu.
maka aku telah menghukum diriku sendiri untuk setiap hari yang kupunya.
jika aku menunggu dan kau tak ada, aku anggap itu hukuman buatku.
jika aku berharap dan kau tak ada, aku anggap itu ganjaran untukku.
dan jika kemudian aku menangis lalu berpura-pura tertawa di hadapan dunia, aku anggap itu memang pantas buatku.

aku sedang membuat kastil kecil yang sangat indah disini.
aku memberikan semua yang kupunya untuk membangunnya.
jika memang suatu hari semua yang kulakukan ini tak akan ada gunanya, tolong beritahu aku.
lebih baik aku berhenti sekarang.
karena aku tau, jika aku terlambat mengetahuinya nanti, aku tak kan punya sisa kekuatan lagi untuk bisa berdiri dan tersenyum untuk dunia.